Minggu, 30 Mei 2010

Cara Malaysia Wacanakan Pangkas Subsidi BBM


VIVAnews - Pemerintah tengah sibuk menyiapkan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi, yakni solar dan premium.

Opsi itu antara lain larangan pemakaian premium dan solar bagi mobil pribadi, pengaturan berdasarkan usia kendaraan hingga larangan sepeda motor memakai premium. Alasannya, pesatnya pertumbuhan jumlah motor menjadi pemicu konsumsi BBM bersubsidi melonjak secara signifikan.

Akibatnya, ini mengancam kuota konsumsi BBM bersubsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010, sebesar 36,5 juta kiloliter (KL). Jika pemerintah tidak membatasi, konsumsi BBM bisa membengkak menjadi 40,5 juta KL sepanjang 2010 yang berakibat pada meningkatnya defisit APBN.

Pada triwulan II tahun ini, pemerintah menargetkan bisa menetapkan putusan yang akan diambil.

Sesungguhnya soal beban subsidi bukan hanya dihadapi oleh Indonesia. Negara tetangga Malaysia juga menghadapi persoalan berat terkait beban subsidi BBM. Karena itu, Malaysia tengah memikirkan bagaimana cara mengurangi subsidi. "Bayangkan, Somalia yang negara miskin saja membayar BBM lebih mahal ketimbang Malaysia," ujar Menteri tanpa Portofolio, Datuk Seri Idris Jala seperti dikutip Bernama, 27 Mei 2010.

Dia mengungkapkan berdasarkan data dari Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Malaysia tergolong negara dengan belanja subsidi mencapai 11 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2006-2009. Itu berarti tiga kali lipat ketimbang negara non-OECD seperti Phillipina dan 55 kali lipat dari negara OECD seperti Swiss.

"Subsidi ini telah menaikkan defisit anggaran dan beban utang pemerintah. Padahal, subsidi tidak tepat sasaran," kata dia.

Akibatnya, rasio utang Malaysia lebih tinggi ketimbang Indonesia yang mencapai 28 persen, bahkan mendekati Phillipina sebesar 62 persen. Malaysia berniat mengurangi subsidi minyak dan gas, namun akan mempertahankan subsidi pendidikan.

Namun, sebelum memutuskan bagaimana opsi yang akan ditempuh, pemerintah Malaysia menggelar jajak pendapat kepada rakyatnya. Lembaga pemerintah semacam Unit Pengelolaan Kinerja dan Delivery yang dipimpin Idris Jala menyebarkan questioner. Intinya berisi soal apakah setuju atau tidak dengan kebijakan pengurangan subsidi.

Jajak pendapat itu disebarkan di berbagai mal dan tempat-tempat publik, seperti di Kualalumpur. Misalnya saja di pusat perbelanjaan di Menara Petronas, tampak secara bergantian warga Malaysia mengisi questioner tersebut.

"Sudah ada ribuan orang yang mengisi jajak pendapat ini," Mohammad Noraina, seorang penjaga stan jajak pendapat tersebut saat ditemui VIVAnews di lokasi 25 Mei 2010.

Namun, kebanyakan dari warga Malaysia menolak subsidi dihapuskan. Noraina mengaku salah satu yang tidak setuju karena rakyat Malaysia masih membutuhkan. Begitupun dengan Aizuddin Zulkafli, seorang akuntan di perusahaan swasta. Ia juga tidak sepakat subsidi dipangkas. "Tunggu dulu, sampai banyak orang Malaysia sudah berkecukupan," ujarnya di sela mengisi questioner.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar