Kamis, 06 Mei 2010

Penikmat Bir Itu Menunggu Hukuman Cambuk



VIVAnews - Hukum cambuk bagi seorang perempuan di Malaysia, yang direncanakan pekan depan, telah mengundang perdebatan di kalangan publik dan media massa. Pasalnya, hukuman cambuk itu terkait kasus yang tak pernah terpikirkan oleh negara-negara Barat - bahkan di komunitas yang didominasi umat Muslim. Kasus yang melanda perempuan bernama Kartika Sari Dewi Shukarno itu adalah karena dia ketahuan minum bir.

Di sejumlah wilayah di Malaysia yang menerapkan hukum (Syariah) Islam, perempuan Muslim yang kedapatan minum minuman keras adalah kasus yang bukan main-main. Bagi umat Muslim di Malaysia, umat yang ketahuan minum alkohol dinyatakan sebagai pelanggar hukum agama dan harus diberi sanksi.

Peraturan itu tak berlaku bagi orang non-Muslim. Hukuman yang diberikan biasanya cuma menginap beberapa hari penjara atau membayar sejumlah denda. Maka, hukuman yang bakal didera Kartika itu terbilang luar biasa berat. Menurut vonis pengadilan agama di Malaysia Juli lalu, ibu dua anak berusia 32 tahun itu tak hanya harus dikurung dan membayar denda, namun juga bakal menerima enam kali pukulan rotan di punggungnya.

Kartika - yang ketahuan minum bir di suatu bar hotel di Kota Kuantan, Pahang, dalam suatu razia 11 Desember 2007 - semula mengaku tak habis pikir dengan bobot hukuman yang bakal dia terima. Namun, dia menolak mengajukan banding atas putusan pengadilan.

Bahkan, Jumat pekan lalu, perempuan yang berdomisili di Singapura itu meminta eksekusi hukum cambuk dilakukan di depan publik, agar "masyarakat tahu ketidakberesan yang sebenarnya terjadi." Permintaan itu ditolak pihak berwenang.

Kartika, yang kehilangan pekerjaan sebagai staf suatu rumah sakit dan kini menjadi model paruh-waktu, bakal menjadi perempuan pertama di Malaysia yang akan menerima hukum cambuk. Kendati waktu belum diumumkan, hukuman itu telah menjadi pergunjingan di kalangan publik, baik di Malaysia maupun di Singapura.

"Insiden seperti itu telah memberi pandangan yang salah kepada para investor asing bahwa Malaysia merupakan tempat yang tidak toleran," kata seorang pengusaha asing di Kuala Lumpur seperti yang dikutip harian Inggris, The Financial Times.

Apalagi, razia atas restoran dan bar oleh polisi agama merupakan pemandangan biasa di beberapa tempat di Malaysia, termasuk di Pahang - yang merupakan negara bagian kampung halaman Perdana Menteri Najib Razak. Kendati para polisi itu hanya mengincar umat Muslim yang kedapatan minum alkohol atau melakukan perbuatan yang dianggap maksiat, tetap saja menimbulkan keresahan bagi para turis maupun pengusaha asing.

Sejumlah pejabat di Malaysia keberatan atas pemberian hukuman cambuk kepada Kartika. Namun, pemerintah pusat pun enggan menentang pemberian hukuman itu.

Pertimbangan politik pun bisa menjadi alasan. PM Najib tampak tidak ingin mengecewakan para pemilih etnis Melayu - yang hampir semuanya Muslim - saat dukungan kepada Partai Islam Malaysia - yang menjadi oposisi bagi pemerintah - sedang meningkat.

Menurut analisis The Financial Times, pemerintah sudah tak mau lagi mengecewakan para pemilih etnis Melayu, yang marah akibat kebijakan pemerintah yang tak lagi memberi perlakuan khusus (special priviledge) kepada etnis Melayu dalam bidang ekonomi demi meningkatkan daya tarik bagi para investor asing.

Di lain pihak, kubu oposisi pimpinan Partai Keadilan pimpinan Anwar Ibrahim juga tampak tak antusias mengkritisi hukuman bagi Kartika. Mereka tidak ingin membuat gusar PAS - yang menjadi mitra aliansi strategis dalam melawan kubu Barisan Nasional pimpinan UMNO yang tengah berkuasa.

Faris Noor, pengamat politik dari Rajaratnam School of International Studies di Singapura, seperti dikutip The Wall Street Journal, menilai bahwa hukum cambuk bagi Kartika merupakan "suatu pertanda dari apa yang akan terjadi" saat Partai UMNO pimpinan Razak kini terkesan lebih Islami ketimbang PAS dalam meraih simpati bagi para pemilih Melayu.

Dengan demikian, kecil kemungkinan adanya dukungan yang berarti, baik politik maupun moral, bagi Kartika di Malaysia. Cambuk rotan pun menanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar