Kamis, 15 April 2010

Kandas, Rencana Tajudin-Aida Menempati Rumah Biru






JAKARTA, KOMPAS.com — Aida Priyanti (23) berusaha tegar. Air matanya terus keluar dari kedua bola matanya. Dengan wajah sedih, Aida memperlihatkan foto Ahmad Tajudin (26).

Rencananya, Aida dan Ahmad akan melangsungkan pernikahan pada 10 Oktober 2010. Sayang, takdir berkata lain. Ahmad merupakan anggota Satpol PP yang menjadi salah satu korban meninggal dalam bentrokan antara warga dan anggota Satpol PP saat eksekusi makam Mbah Priuk, Rabu (14/4/2010).

Aida tidak bisa menyembunyikan kesedihan dari wajahnya. Pun demikian, wanita yang berprofesi sebagai pegawai di Sudin Kebersihan Jakarta Barat ini berusaha tetap tegar. Satu per satu pertanyaan yang dilontarkan dijawab dengan santai saat berbincang dengan wartawan di rumah duka almarhum di Jalan HH, Nomor 43 RT 09, RW 01, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (15/4/2010).

Mengalir dia bercerita tentang sosok Tajudin. Mulai dari awal perkenalan, pacaran empat tahun lalu, hingga akhirnya berani untuk memutuskan untuk menikah.

Dia mengenal almarhum saat masih kuliah di sebuah kampus swasta di kawasan Jakarta Barat. "Dulu kenalnya di kampus. Dia orangnya baik, setia, sabar, penyayang, sholeh lagi," kata Aida sambil membetulkan letak kerudungnya.

Aida mengaku, sebelum insiden yang menewaskan kekasihnya, ia tidak memiliki firasat apa-apa. Semuanya berjalan baik-baik saja. Meski demikian, dia tetap merasa tidak tenang dan waswas. Sepanjang hari, Aida memantau perkembangan bentrokan yang terjadi di Tanjung Priok melalui pemberitaan di televisi. Pukul 13.00 dia mendapat telepon dari kekasihnya. Saat itu Tajudin mengaku punggungnya sakit dan tangannya terkilir. Itulah saat terakhir mereka berhubungan.

"Jam 13.00 itu kan istirahat. Terus dia nelepon. Katanya, punggungnya sakit. Terus cerita, Yang (sayang) sudah ada yang mati dua," tutur Aida menirukan kekasihnya.

Sekitar pukul 14.30, Aida mencoba menghubungi korban karena melihat pemberitaan media yang menggambarkan situasi yang semakin rusuh. Namun, teleponnya tidak pernah diangkat. "Nyambung sih, tetapi tidak diangkat. Sekarang juga masih nyambung, tapi enggak tahu deh di mana itu handphone-nya," cetusnya.

Kepergian korban menimbulkan duka yang mendalam baginya. Kabar duka datang dari rekan korban sesama anggota Satpol PP Jakarta Barat, Aseng. Awalnya, Tajudin hanya dikabarkan mengalami cedera dan dibawa ke rumah sakit. "Habis magrib, Aseng ke sini terus mengabarkan kalau cedera. Tetapi, setelah kami ke rumah sakit, ternyata sudah meninggal sejak pukul 17.00. Badannya sudah kaku, darahnya banyak banget, masih keluar," ceritanya.

Kini, telah kering air mata Aida setelah menangis sejak kemarin. Rencana pernikahannya buyar. Padahal, sebuah rumah sederhana baru selesai dibangun. Rencananya, di rumah itulah Aida dan Tajudin akan tinggal setelah menikah nanti. "Saya rasanya masih belum percaya," ucapnya sedih. Aida hanya menyayangkan sikap masyarakat yang mengecam anggota Satpol PP. Padahal, anggota Satpol PP hanya petugas yang menjalankan perintah atasan.

Tajudin meninggal dalam usia yang masih relatif muda. Sebuah rumah sederhana dengan tembok bercat biru tak jauh dari rumah orangtuanya diketahui adalah rumahnya.

Tajudin adalah anak kesebelas dari 13 bersaudara pasangan Haji Mahmud dan Hj Halifah. Korban yang lahir pada 23 September 1983 ini bekerja di Satpol PP Jakarta Barat sejak tahun 2005 . Dia kemudian diperbantukan di Satpol PP Jakarta Utara saat eksekusi makam Mbah Priuk. Tajudin tewas dengan luka sabetan di punggung, luka di kepala, wajah, dan lengan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar